Saturday, April 4, 2020

Nadia & Atmospheer (1978) - Gombloh & Lemon Tree's anno '69 (lirik)

Nadia & Atmospheer
(1978)


Nadia & Atmospheer adalah album pertama Gombloh & Lemon Tree's anno '69. Album ini dirilis pada tahun 1978 dalam naungan label Golden Hand / Indra Record. Indra, atau akrab dipanggil Koh In adalah pemilik label yang memantau musikalitas Gombloh dan membantunya meraih langkah awal menuju popularitas. Meskipun album ini penjualannya kurang memuaskan, namun dalam salah satu lagunya berjudul 'Lepen', terdapat kalimat legendaris yang akan senantiasa dikenang orang : kalau cinta melekat, tahi kucing rasa coklat.

Dalam album ini terdapat banyak musisi yang ikut serta. Sebut saja Gatot Yuwono, Wisnu Padma, Tuche, Lorena Limahelu, Reny Limahelu, Ratih Sumarsono dll.

---------

SIDE A

Lepen
(Vocal by : Gombloh)

Bagiku sinar mentari
Tak seindah matamu
Untukku elusan angin
Tak semulus lenganmu

Tak peduli omongan temanku
Tak peduli resiko untukku
Aku menaksir kamu
Kau jadi gadisku

Malam minggu pertama aku piket
Dengan sisa uang di saku 
Hampir lengket
Dengan tiga batang Dji Sam Soe
Kusimpan di saku blue jeansku
Kickers loakkan
Menambah angker tampangku

Kupilih duduk di sudut agak remang
Kutunggu keluar sang putri
Aryo Penangsang
Pikiran melayang yang bukan-bukan
Andaikan kau dan aku berpacaran
Kalau cinta melekat
Tai kucing rasa coklat

Tapi apa lacur yang keluar adalah bapaknya
Dengan muka ditekuk persis kayak onta
Dengan garang ia berkata
Gadisku tak ada di rumah
Sambil ngedumel kuberkata dalam hati... Bangsat!

---------

Merah & Putih Bersilang di Mukaku
(Vocal by : Gombloh)

Angin laut tampar lembut
Terasa dingin di kudukku
Burung camar samar halus
Fatamorgana di depanku

Senyum perawan tipis berawan
Tempel di pelupuk mata kananku
Hyang Shanti!
Hyang Shanti!
Hyang Shanti!

Bara api krasak kering
Lapisan panas di keningku
Prostitusi, caci maki
Budaya lewat di kotaku
Bersimpang siur dada berdebur
Tempel di pelupuk mata kiriku
Hyang Shanti!
Hyang Shanti!
Hyang Shanti!

Hey, hey, bayi telanjang
Bersimbah tawa, bersimbah peluh
Hey, hey, pedang telanjang
Bersimbah darah, bersimbah keluh

Kejar-mengejar di seling kerling
Mega berarak tuding-menuding
Peluk-berpeluk saling menggiling
Guru-mengguru dunia berpaling

Damai desa, ramai kota
Saling pagut menyeluruh
Kuncup tebu, asam arang
Saling berjanji memadu
Lestari alam ciptaan satu
Tempel di kedua mata batinku
Hyang Shanti!
Hyang Shanti!
Hyang Shanti!

---------

Nadia & Atmospheer
(Vocal by : Lorena, Reny, Ratih, Gombloh)

Di tengah padang berasap 
terhempas bintang berekor
Hempasan angin barat
Di tengah pudaran bintang
Terselip kerlip meteor
Atmospheer memberat
Nadia terlelap
Di kumparan gelap
Lingkaran hamparan
Pengantar berselubung
Endapkan panas
Bekukan hangat

Di tengah ribuan rumus 
Terselip sebuah etik
Lampiran bercanda
Di tengah timbunan kamus
Terselip sebuah bisik
Irama senada

Nadia berontak
Frekwensi menghentak
Mematah arangkan selubung yang merajut
Pancarkan sinar
Timbulkan getar

Nadia berkehendak dengan dirinya
Hempaskan rantai
Carangkan misai

Nadia berteriak pada dirinya
Putuskan biru
Putihkan malu

Nadia menggelak gelagak galak
Tanggalkan pakaian perekat yang mengikat
Menantang ke depan
Senyum mengembang

Di tengah gemuruh peradaban,
Nadia berkata:
Kebebasan naluriah....

---------

Kereta itu Berangkat Pukul 4.30
(Vocal by : Lorena, Reny, Gombloh)

Angin sarat terhembus
Dingin terasa
Pori baju tertembus
Terasa basah
Unggas liar menebar
Bubar tersebar
Na... Na... Na... Na...

Kiri kanan pandangan
Indah terhampar
Sawah gunung belukar
Silih bergambar
Kerbau melenguh lirih
Bergumam iri
Na... Na... Na... Na...

Menembus keremangan pagi
Berbasah tetes embun
Gelitik keriangan hati
Pelanku bersenandung
Kukuh kuat keretaku
Melayang dan gemuruh
Hembuskan angin keras
Menuju kotaku

---------

Ironi
(Vocal by : Lorena Limahelu)

Di tengah belaian angin
Kududuk di tengah tonjolan batu pedesaan
Kupandang lekat bocah bermain
Indah dan subur negriku

Di tengah suara seruling
Yang terpadu dengan gesekan bambu
Kuresapi lagu dengan kupejamkan mata
Terlepas kata
Kucinta padamu

Negeri subur dan makmur
Berbusanakan pepohonan rimbun
Negeri subur dan makmur
Berhiaskan gunung dan sawah
Karet dan jagung

Di tengah kicauan burung
Terlintas di benakku sekilas kepedihan
Kulihat perbedaan miskin dan kaya
Semoga itu akan berakhir
Di masa yang akan datang

---------

Kemarau Panjang
(Vocal by : Ais)

Kami lihat sejuta bunga
Tanpa dapat kami cium baunya
Kami lihat rumput bergoyang
Walau tak kami dengar gesekan

Apakah kami mimpi
Melihat tanpa merasa
Apakah kami tuli
Tak tahu nikmatnya suara

Oh Tuhan apakah ini
Yang tertulis di garismu
Dalam guratan tubuh kami
Tanpa bekas

Kami lihat lompatan burung
Walau tak kami dengar kicaunya
Tlah kami minum secangkir anggur
Walau tak kami rasa manisnya

Mentari
Apakah ini yang menjadi tugasmu
Ciptakan kemarau panjang di tanah kami

Mentari
Apakah ini yang menjadi kehendaknya
Sebagai hukuman kami ingkar padanya
Murtad

Kami berdoa
Semoga kemarau panjang ini cepat berlalu
Adakah harus kami perbuat untuk ini
Oh
Kami tanyakan pada angin yang lewat
Kami rangkapkan sambil mencari jawab
Yang benar dalam pelukannya
Yang putih dalam lindungannya

---------

SIDE B


Gaung Mojokerto-Surabaya
(Vocal by : Gombloh)

Alun-alun Mojokerto kau dilepas
Tepat ketika mentari mulai condong
Dengan nyanyian yang membakar
Kau melangkah 
dengan mata yang berbinar
Dalam satu barisan yang panjang kekar
Dengan irama tu..wa..ga..pat

Kilometer 55 tapak demi tapak
Peluh mengucur 
semangat yang menghentak
Bukan materi yang kau harap
Di tengah gemuruh kau melangkah
Derum genderang putra bangsa
Gaung Mojokerto Surabaya

Bumi rasa bergetar
Di seling yel-yel menghantar
Nadiku serasa bergeletar
Merdu pekik menggelegar
Senyumlah Surabaya
Pandanglah Surabaya

---------

Tetralogi Fallot
(Vocal by : Gombloh & Lorena Limahelu)

Yang kudambakan seri sinar di parasmu
Yang selintas lepas lesung pipit di pipimu
Rindang daunan rimbunan tembang
Bak putri-putri pergi ke sendang
Balur sinar kini hilang muksa
Muncul kabut biru 
Di tengah mimpiku.... Lusuh
Suratan takdir yang kuasa

Yang kurindukan utuh wajah mempesona
Yang selintas lepas senyum malu di rupa
Sejuknya tirta alunan doa
Lalu lewat tanpa bertanya
Balur sinar kini hilang muksa
Berbaur darah biru dikandung darahmu.... Rusuh
Suratan takdir yang kuasa

Sang tetralogi fallot
Mengendap karat membalut
Ruba warna darah nadimu
Hitam-hitam kelabu
Tak lagi merah rona parasmu
Semu biru di sekeliling
Tak lagi genit tingkah lakumu
Bagai rantai perak berkeliling...
Sayangku

Sembilan bulan kukandung
Kau di rahimku
Sewindu telah berlalu
Kau di kasih sayangku
Suratan takdir tersirat
Hidup tinggal bilangan jari
Rawatan medis membulat
Tuhan akan memanggilmu... kembali

Yang kering sudah mata air di mataku
Yang habis sudah resah kesah di hatiku
Kini kupasrah dengan tengadah
Tanpa berat hati melepasmu
Duduk di tempat disisinya

---------

Sillhuete Kuda Jantan
(Vocal by : Reny Limahelu)

Terjangan ombak, hempasan angin
Tak kuhiraukan
Sindiran rasa, cemoohan kata
Tak kurasakan
Aku adalah sillhuete kuda jantan
Tak lekang hempasan jaman
Dan satu jalur pandang mataku
Idealisme kehidupan
Kemurnian yang kukuh tanpa ragu
Yang menyengat keasrian karya

Halusnya sutra kilau manikam
Tak menggoyahkan
Lilitan ular, sengaran petir
Tak meluluhkan
Aku adalah sillhuete kuda jantan
Berlari menerjang kesemuan
Dan satu jalur mata hatiku
Memandang keharuan
Mendalam kejenuhan
Yang berselimut kabut kemunafikan

Cakaran elang timbulkan luka
Goresan warna timbulkan bisa
Luka dan bisa saling menghias
Pengganti kembang, pengganti merjan dan emas
Tapi aku tetap menerjang ke depan
Berlari, bernyanyi
Dalam nyanyian yang panas
Dalam darahku, dalam nadiku
Hip hip hip hip houre (4x)

Aku adalah sillhuete kuda jantan
Berselaput merahnya darah
Dan satu kalimat sederhana
Kutempatkan di hatiku
Penerang di jalanku
Tanpa ragu memandang satu
Hip hip hip hip houre (4x)

---------

Hijau Mencekam
(Vocal by : Ais)

Tahun itu satu juta tahun sesudah 
Masehi
Kota-kota tumbuh bagai rumput bersemi
Pencakar langit berlomba dengan statistik kelahiran
Taman-taman tersingkir
Oleh kepadatan insan

Tak ada tempat
Ruang bagi tumbuhan
Digantikan oleh gedung-gedung menebar
Orang tak lagi melihat matahari terbenam
Orang tak lagi melihat matahari terbit
Hanya melihat surya tengah hari
Terhalang oleh gedung menjulang

Orang rindu pada pantai
Orang akan rindu pada gambar
Karena hanya gambar
Orang rindu pada kambing
Orang akan rindu pada anjing
Menjadi barang purbakala

Semua sumber air ditutup
Orang berjalan muka bertopeng
Takut hama dan polusi

Insan-insan akan tinggal berdesakan
Plankton-plankton habis dimakan jaman
Kebutuhan bumi d
Dipenuhi dengan kalengan
Entah berupa benda padat
Entah berupa cairan

Jaman itu manusia makin serakah
Siapa kuat dialah yang jadi pemenang
Dengan bantuan ilmu pengetahuan
Tanpa mengingat akan alam

Ya Tuhan ampuni mereka
Semoga tak terjadi.... Di negriku.

---------

Bencana '76
(Vocal by : Lorena & Gombloh)

Di ufuk timur matahari pagi
Sinar terang
Hangat di badanmu, hangat di hati
Hati riang
Kala ku tak tahu nun disana
Terjadi gempa, oh, di Irian Jaya
Terjadi gempa di Pulau Dewata

Ulurkan tangan, ulurkan cinta
Meringankan
Sumbangkan baktimu, sisihkan sukamu
Tunas bangsa, tunda makan malammu
Iris gunung nasimu
Sisihkan buat mereka
Sisihkan buat mereka

Menggigil para pengungsi
Meninggalkan gubugnya
Ratusan para pengungsi
Menjerit dahaga
Panjatkan pada Illahi
Semoga tak mendua.. oh..

Di ufuk timur tiada matahari
Tapi di hatimu
Tunaikan tugasmu dengan rasa cinta
Saudaraku
Saudaraku
Saudaraku

---------

Senandung Pengemis Tua Seharga Lima Rupiah 
(Vocal by : Gombloh & Lorena)

Terbungkuk-bungkuk bagaikan onta
Tertatih-tatih bagai kura kura
Pengemis tua menyusuri lorong
Mencari sesuap nasi
Berjalan didekatnya si anjing kudis
Hanya itu sahabat yang setia

Terseok-seok jalan duanya
mencari belas dari sesama
Tapi jarang orang memberi
Walau lima rupiah
Tak jarang caci diterima olehnya
Sebagai ganti lima rupiah

Lima rupiah cukup beli ubi
Kalau dapat lebih 
mungkin beli kopi
Lima rupiah cukup beli pisang
Kalau dapat lebih 
mungkin untuk makan
Penyambung hidup sehari

Tuan yang duit melimpah
Walau uang dari mana
Berilah ia lima rupiah
Tuhan akan membalasnya
Tuhan akan membalasnya
Dan pengemis itu akan bersenandung
Uuuuuuuhhh....

---------

Dimensi Antar Ruang
(Vocal by : Gombloh)

Kuberjalan dikala remang senja
Kelilingku pohon 
bagai berwarna kelabu
Aku heran senja mendadak bisu
Tak ada suara jengkrik bernyanyi
Tak ada kelelawar berbunyi
Terasa hanya angin tanda kehidupan
Lamat kudengar suara-suara aneh
Bagai suara musik 
campur dengung lebah
Kucari diantara cendawan
Kucari diantara bebatuan
Kian lama kian keras
Kiranya datang dari atasku

Benda bulat bersinar melayang turun
Besar bentuknya berwarna perak
Pantulan sinarnya silaukan mataku
Kucubit lenganku 
karena kutakut bermimpi
Tak lagi sempat kututup mulutku
Turun makhluk manusia kristal
Memandangku sekejap menyelidik
Balik kebenda perak dan berangkat

Tiba kuingat berita dikoran
Cerita tentang makhluk angkasa
Kupikir dulu hanya bualan saja
Aku hanya sedikit menyesal
Datang perginya terlalu cepat
Sehingga aku tak bisa bertanya
Apakah negara disana berbentuk republik?
Apakah disana ada komersialisasi?
Apakah disana ada demokrasi?
Apakah disana ada prostitusi?
Yang terang negaraku adalah negara republik
Dan aku bangga padanya
Dan aku bangga
Aku cinta lndonesia

----------

Foto diambil dari : kasetlalu.com

Dicopy dari deskripsi lirik pada album Nadia & Atmospheer milik kolektor Relief Arief.

1 comment:

  1. Setelah dirilis ulang oleh label ibukota Elevation Records saya jadi penasaran dengan suara yang dihasilkan oleh debut album Lemon Trees Anno '69 ini, bagus sih meskipun tidak se-fenomenal album magi 'Sekar Mayang'...Ahhh :)

    Btw, saya mampir kesini ketika kebetulan sedang nyari lirik2 dari lagu-lagu mereka! Ohh, ngomong2 nama saya Ganjar tinggal di kota Bandung, salam kenal yah mase! :)

    ReplyDelete