Friday, March 22, 2013

Sejarah Grup Musik Lemon Tree's


Bicara mengenai Gombloh tentu tidak lepas dari band pengiringnya, yakni Lemon Trees. Dalam setiap penampilannya, Gombloh selalu bernyanyi bersama mereka dan merekapun dapat dibilang menjadi bagian penting dari proses berkesenian Gombloh di bidang musik. Siapa saja yang ada dalam grup Lemon Trees? Bagaimana sejarahnya?

leo kristi
Pada tahun 1969, Lemon Trees pertama kali dibentuk atas inisiatif beberapa musisi yang kerap bermain sepanggung dalam even-even musik di Surabaya. Tamam Husein, Leo Kristi, Gombloh, Irma dan Cathy Boyok, seorang penyanyi yang kerap mengisi acara di LCC Club Surabaya bersama Totok Tewel adalah beberapa personil awal yang secara bersama-sama mendirikan grup musik bernama Lemon Trees. Nama Lemon Trees sendiri dipakai setelah tertarik dengan salah satu bait dalam sebuah lirik lagu barat yang mereka sukai bersama, dimana disana ada salah satu lirik yang menyebutkan tentang 'Lemon Trees'.

Lemon Trees I yang digawangi beberapa personil yang telah disebutkan mulai mengembangkan sayapnya dengan bermain di even-even musik di Surabaya dan Jawa Timur. Mereka kerap membawakan lagu-lagu yang populer pada jamannya, hingga pada tahun 1972 mereka mengalami pergantian formasi. Konon, Lemon Trees II sebagai kelanjutannya disebut sebagai era perubahan, karena grup jilid II itulah yang membuat Folk song booming di Surabaya.

Soelih Estopangestie
Ketika itu DKS (Dewan Kesenian Surabaya) membutuhkan Lemon Trees untuk menjadi band pengiring Bimbo. Karena personel Lemon Trees I banyak yang vakum dan mengundurkan diri, maka diambillah personel pengganti, yakni musisi-musisi yang bermain dalam Fralioka. Fralioka adalah grup musik yang dibentuk oleh sekelompok anak muda dari daerah Darmo, Surabaya, dimana band mereka ketika itu dibina oleh majalah Aktuil dan cukup tenar di Surabaya. Saat itu di Fralioka terdapat nama-nama seperti Vera Karen Tambayong, Naniel Khusnul, Teo, Rieke dan Wisnu Padma. Bergabungnya beberapa personel Fralioka itulah yang kemudian membentuk formasi Lemon Trees II yang mereka sebut sebagai era perubahan. Personel di dalamnya meliputi:  Leo Kristi, Gombloh, Naniel, Teo, Lintang, Rieke dsb. Setelah sukses mengiringi Bimbo, Lemon Trees jilid II tersebut kembali berkelana di even-even musik Surabaya hingga sukses mempopulerkan Folk song di kota tersebut.

Pada tahun 1978, Leo Kristi memutuskan untuk mengundurkan diri dari Lemon Trees karena membentuk 'Musik Rakyat'. Saat itupula Teo, salah seorang personil juga mengundurkan diri karena ia sibuk dengan usahanya. Sedangkan Gombloh, personil asli yang tersisa mencoba mempertahankan keberadaan Lemon Trees dengan mengajak para penyanyi: Soelih, Lorena, Ratna dan Ratih. Saat itulah pemain keyboard Wisnu Padma dan pemain gitar bernama Gatot diajak Gombloh untuk eksis kembali di dunia musik Surabaya. Dalam perjalanannya, Gomblohpun menjadi tenar bersama grup Lemon Trees edisi III tersebut, dan grup itu pernah pula sukses mengiringi Harry Roesli dalam penampilannya di ITS, Surabaya.

mus mujiono
Sekitar awal tahun 80'an, Gombloh pindah manajemen, mengikuti manajemen baru, yakni Nirwana. Dari situlah Lemon Trees mengalami beberapa kali pergantian personil, atau dapat disebut bahwa Lemon Trees dalam periode tersebut berubah bentuk menjadi band jamm session yang bertugas sebagai pengiring musikalitas Gombloh. Dalam periode itupula Wisnu Padma bersama beberapa personil lain mengundurkan diri dari Lemon Trees. Sebagai band jamm session, tentu banyak personel yang ikut serta di dalamnya dan kerap kali berganti-ganti, sesuai dengan selera musikalitas Gombloh yang selalu ingin menghadirkan nuansa baru dalam setiap lagunya. Tercatat, pada Lemon Trees periode IV ini beberapa musisi pernah bergabung di dalamnya, yakni Pardi, Soelih, Ratih, Sonata Tanjung, Mus Mujiono dsb. Lemon Trees edisi IV tersebut adalah format terakhir dari eksistensinya, dikarenakan Lemon Trees membubarkan diri setelah Gombloh meninggal pada bulan Januari tahun 1988.

*Hasil wawancara dengan Naniel Khusnul Yakin, saksi hidup perjalanan Gombloh


*Foto-foto diambil dari halam facebook Memories of Gombloh

Wednesday, March 13, 2013

Sense of Claim by Wisnu Padma

Wisnu Padma dalam Kompas


Kompas, 19 Februari 2013

Bagi pelatih menembak Wisnu Suharjono Padmodiwirjo, olahraga menembak adalah seni. Di mata Wisnu, suara tembakan dari ujung pistol ibarat bunyi dentingan piano. "Menembak itu seni. Saat menembak, suara tembakan ibarat dentingan nada piano," kata Wisnu akhir pekan lalu di Jakarta.

"Seorang atlet harus memiliki sense of arts yang tinggi. Pasalnya, dengan jiwa seni, seorang atlet dapat melahirkan kreativitas dalam kegiatan olahraganya," ungkap mantan penembak, yang telah mengkoleksi 400 medali dari cabang menembak, juga peraih rekor nasional free pistol yang tercipta tahun 1989 itu. Jiwa seni pelatih menembak ini berasal dari pengalaman bermusiknya di grup musik Lemon Trees Anno yang didirikannya bersama almarhum Gombloh dan Leo Kristi. "Dalam dunia musik saya dikenal sebagai Wisnu Padma, sebagai arranger dan pianis. Saya juga menciptakan lagu 'Bulan Merah' dan 'Kebyar-Kebyar' yang dinyanyikan Gombloh," tutur lelaki kelahiran Surabaya, 21 November 1953 tersebut.

Hingga kini, Wisnu yang berprofesi sebagai pelatih tekhnik menembak di sekolah menembak di PB Perbakin, Jakarta, itu masih menciptakan lagu dan memainkan musik. "Saya masih suka main musik dan menciptakan lagu. Pistol dan piano tidak bisa terpisahkan dari saya," ungkapnya. (K15)

-----------------------------------------------------------

Menyikapi Klaim Wisnu Padma

Setidaknya ada tiga klaim dalam artikel yang ditulis oleh wartawan berinisial K15 itu (dalam tulisan yang di-bold). Pertama, bahwa Lemon Trees adalah grup yang didirikan oleh Wisnu Padma; kedua, lagu Bulan Merah adalah ciptaan Wisnu dan ketiga, lagu 'Kebyar-Kebyar' adalah ciptaan Wisnu pula. Apakah keterangannya benar atau ia sedang berniat untuk menjadikan Gombloh sebagai sasaran tembaknya agar ia bisa meraih popularitasnya lagi?

Sontak, isi berita di Kompas yang memuat profil singkat keyboardis Lemon Trees itu menyita perhatian para penggemar Gombloh di seluruh dunia. Tak ketinggalan, mantan-mantan orang dekat Gombloh seperti Naniel Khusnul Yakien, Soelih Estopangestie dan lain-lain. Bahkan Pandu Ganesha, salah seorang admin grup 'Memories of Gombloh (MoG)' di Facebook yang pertama kali mengetahui artikel tersebut langsung mengirimkan surat pembaca ke redaksi Kompas, namun hingga saat ini belum ada tanggapan.

"Bisa jadi itu kesalahan penulis (wartawan), bisa jadi komentar itu memang berasal dari Wisnu yang coba untuk mengklaim lagu 'Kebyar-Kebyar' milik Gombloh," ujar Pandu Ganesha.Menyikapi hal ini, para saksi hidup perjalanan Gombloh berhasil dikorek kesaksiannya. Ketika itu, menurut keterangan para saksi, banyak yang menyaksikan sendiri proses pembuatan lagu 'Kebyar-Kebyar' yang konon diciptakan Gombloh saat ia sedang kerokan di halaman depan pusat latihan Bengkel Muda Surabaya yang terletak di Balai Pemuda, Surabaya.

"Waktu itu saya lihat dengan mata kepala saya sendiri bahwa Gombloh sedang menciptakan lagu 'Kebyar-Kebyar' sambil kerokan," ungkap Naniel Khusnul Yakin. Selain Naniel, Soelih Estopangesti juga menyebutkan bahwa lagu 'Kebyar-Kebyar' diciptakan oleh Gombloh. "Coba dilihat saja di kaset yang berlabel 'Kebyar-Kebyar', produksi Golden Hand, gambar Alm. Gombloh dengan background merah-putih. Disitu tertulis jelas bahwa lagu 'Kebyar-Kebyar' adalah ciptaan Alm. Gombloh," ujarnya.

Memang, menurut paparan Naniel yang juga pernah menjadi anggota Lemon Trees sekaligus orang yang bertugas di bidang manajemen saat lagu 'Kebyar-Kebyar' diproduksi oleh Golden Hand, Wisnu Padma ikut di dalamnya, namun fungsinya saat itu hanya sebatas keyboardis yang mengikuti arahan Gombloh dalam mengaransemen lagu 'Kebyar-Kebyar'. Dalam hal ini, bila Naniel benar soal kesaksiannya, maka klaim Wisnu Padma sebagai arrangerpun bisa jadi merupakan klaim palsu pula.

Klaim Lemon Trees sebagai grup yang didirikan oleh Wisnu juga dibantah oleh para saksi hidup. Menurut para saksi, Lemon Trees terbentuk jauh sebelum Wisnu Padma bergabung. Lemon Trees sendiri sebenarnya merupakan band jamm session yang memiliki personil berganti-ganti. Dalam mengiringi musikalitas Gombloh, yang paling lama bergabung dalam Lemon Trees adalah Pardi, sang gitaris. Wisnu Padma hanya sebentar saja bergabung di grup tersebut dan memang, ia merupakan pencipta lagu 'Bulan Merah'. "Kalau lagu Bulan Merah memang ia yang menciptakan. Kalau 'Kebyar-Kebyar' tidak," ujar Pandu Ganesha.

Wisnu Padma, mungkin bisa dibilang merindukan ketenaran dan karier bermusiknya yang semakin tenggelam usai Gombloh tiada. Secara psikologis, bila klaim itu muncul dari dirinya sendiri, maka bisa jadi klaim tersebut adalah upaya menghibur diri atau bisa jadi ia mencoba untuk meraih kembali popularitasnya. "Memang aneh, mengapa Wisnu Padma baru saat ini mengklaim lagu 'Kebyar-kebyar'? Mengapa tidak dari dulu?," ungkap Naniel. 

Walaupun klaimnya itu tak memperoleh perhatian yang luas dari publik, tetap saja sebagai upaya menghargai Gombloh sebagai pencipta lagu, para penggemar Gombloh ramai membicarakan sosok Wisnu Padma, dan bahkan mengirim surat pembaca kepada redaksi Kompas. Setidaknya bila itu merupakan kesalahan penulisan, maka Kompas diminta untuk mengedit artikelnya. Namun bila itu memang klaim dari Wisnu, para penggemar Gombloh menuntut kejelasan darinya.

Semoga permasalahan Wisnu Padma dapat cepat terselesaikan. Pihak Kompas sebagai pemuat artikel juga diharapkan peran sertanya dalam menanggapi surat pembaca. Namun yang jelas bila pernyataan Wisnu Padma terbukti palsu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sense of arts yang dimiliki Wisnu Padma dalam hal menembak dan bermain piano, sejalan lurus dengan keahlian utamanya, yakni sense of claim.

Friday, March 8, 2013

Sekaring Jagad Goes to Jakarta

di musica studio

Pada pertengahan 2011 Sekaring Jagad berpergian ke Jakarta demi mencoba peruntungan. Rekaman lagu-lagu Sekaring Jagad yang total berjumlah 4 buah dibungkus dalam bentuk CD dan disana kami berencana untuk menitipkannya ke beberapa major label. Dengan penuh semangat, berangkatlah kami.

Berangkat dengan menggunakan kereta api, Sekaring Jagad (tanpa Tatok dan Sahtanta yang berhalangan ikut karena sesuatu hal) menuju Jakarta dengan 4 orang: Eka, Dimas, Frangky dan Agus (orang ini walaupun memang hanya penggembira, tapi kami menyebutnya sebagai manajer karena dia selama di Jakarta kerap menjadi juru bicara bak manajer) turun di Stasiun Senen. Diantar oleh seorang kawan dari Jakarta, kami beristirahat sejenak di daerah Duren Sawit dan beberapa jam kemudian langsung bergerak dengan sepeda motor untuk mendatangi kantor-kantor major label.

Beberapa kantor major label kami datangi selama di Jakarta. Tepatnya 2 hari setelah kedatangan kami di Ibukota kami pergunakan untuk berkeliling-keliling. Sony Music, Nagaswara, Musica, BMG, Universal dan lain-lain adalah beberapa nama major label besar yang sempat kami singgahi dan CD kami telah diterima dengan baik. Rata-rata pihak major label berjanji untuk menghubungi kami bilamana mereka setuju dengan karya musik kami.

Pada hari ketiga, kami memutuskan untuk pulang kembali ke Surabaya. Target yang sudah selesai serta kesibukan Agus, sang manajer yang terjadwal akan melakukan pertemuan dengan petinggi-petinggi RT/RW, PKK dan Karang Taruna di kampungnya yang tidak bisa ditinggalkan adalah salah satu alasan kami untuk segera pulang. Maka dengan mengendarai bis malam, kamipun pulang ke Surabaya.

Lalu bagaimana kabar karya kami dan major label? Hingga tulisan ini diturunkan, belum ada tanda-tanda persetujuan dari pihak major label. Ada satu-dua major label yang berkenan mengirimi kami surat permohonan maaf karena belum bisa menerima karya kami dengan alasan kurang sesuai dengan pangsa pasar dan sebagainya. Memang, saat itu di Indonesia sedang booming grup boyband dan lagu-lagu melankolis. Lantas apakah kondisi pasar membuat Sekaring Jagad berpikir ulang? Merubah format kami menjadi boyband misalnya? Tidak. Idealisme kami tidak bisa dibeli atau dilabeli janji model apapun. Walhasil, kami nikmati saja tiap perjalanan kami sampai saat ini. Toh, kami masih bisa berkarya dan tampil dimana-mana. :-D

Monday, March 4, 2013

Gombloh Lupa Membawa Gitar

Dulu ketika diundang manggung di Jakarta, ternyata Gombloh lupa membawa gitar. Kemudian beliau bertanya kepada Cak Naniel, "Niel, gitarku keri, yoopo iki (Niel, gitarku ketinggalan, gimana nih)?"; Cak Naniel menjawab, "yo gak eruh Mbloh, lha koen yo'opo kok gitar iso mbok kerikno (ya gak tau Mbloh, lha kamu itu bagaimana kok gitarmu bisa sampai ketinggalan)?". Gomblohpun berpikir sejenak, kemudian ia beroleh ide.

"Niel, awak dewe pura2 tukaran ae, cekno panitiane gelem nggolek silihan gitar (Niel, kita pura2 bertengkar saja biar panitia mau nyari gitar utk bisa aku pakai)!".

Cak Nanielpun tanpa pikir panjang langsung menyetujui ide Gombloh itu. Tidak berapa lama mereka berdua memulai akting bertengkar: Gombloh menyalahkan Cak Naniel perkara gitar, begitupula sebaliknya, Cak Naniel jg menyalahkan Gombloh.

Panitia acara yang mengetahui terjadinya pertengkaran yang sebenarnya hanyalah sandiwara itu segera mendekati mereka berdua dan menanyakan duduk persoalan. Gombloh dan cak Nanielpun bercerita pada mereka soal gitar milik Gombloh yang ketinggalan. Walhasil, panitiapun dengan sangat terpaksa mengusahakan gitar untuk Gombloh.

Esoknya, panitia berhasil meminjamkan sebuah gitar akustik untuk dipakai Gombloh tampil dalam acara yang mereka selenggarakan. Saat itu acara berjalan lancar dan sukses. Gombloh berhasil membius penonton dengan lagu-lagunya.

Singkat cerita, di akhir acara, Cak Naniel sempat berbisik pada Gombloh, "Jancok Mbloh,Mbloh, isok ae koen iku. Untung panitiane kebujuk, dadine panitiane gelem nggolekno gitar gae awakmu. Cobak nek enggak (jancok mbloh,mbloh, bisa aja kamu itu. Untung panitianya tertipu, jadi mereka mau mengusahakan gitar buat kamu. Coba kalau mereka tidak tertipu)?!,".
Mereka berduapun berlalu. Menembus batas sembari tertawa lepas.

-Cerita tentang Gombloh dari Cak Naniel; suatu malam di kedai kelir, Surabaya-
*foto diambil dari halaman facebook Memories of Gombloh